sa

Selamat datang di WeBlog Imaduddin.B, Amd.AK

Minggu, 09 Agustus 2009

BAKSOSKES DAN KENANGAN # 2

Alhamdulillah Baksoskes yang diselenggarakan pada tanggal 8 dan 9 sudah selesai, Pelaksanaan nya berjalan dengan lancar dan khidmat he he he he.
Apa yang didapat dari acara ini adalah kita sebagai manusia, sebgai makhluk sosial tidak mungkin hidup sendiri, kita akan berinteraksi, bersosialisasi. Hidup berdampingan dengan orang satu dan yang lainnya, Belajar menghargai, kepedulian dengan sesama, tanpa melihat status sosial.
Pembukaanya di laksanakan kemarin, saya kuti dari Radar Cirebon Online Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Drs Timur Pradopo akan datang ke Indramayu untuk membuka kegiatan bhakti sosial (baksos) Rumah Sakit (RS) Bhayangkara-Losarang, Sabtu ini (8/8). Selain membuka, Kapolda Timur Pradopo yang akan didampingi Bupati Indramayu H Irianto MS Syafiuddin (Yance), juga akan menyaksikan secara langsung pelaksanaan baksos berupa pengobatan gratis dan sunatan masal yang akan diikuti ribuan pasien dari berbagai pelosok Kota Mangga.

Acara yang dimulai pukul 08.00 tersebut, juga akan dihadiri Danrem 063 SGJ, Kapolwil Cirebon, Muspida Indramayu, Kapolres se-Ciayumajakuning, kepala rumah sakit (RS), kepala Puskesmas, serta para Kapolsek dan Camat se-Indramayu. Selain itu akan diikuti sejumlah dokter spesialis dari Jakarta.
Kepala RS Bhayangkara Losarang, Komisaris Polisi dr Asep Hendradiana SpAn MKes mengatakan, baksos tersebut merupakan rangkaian kegiatan peringatan HUT ke-63 Bhayangkara. Dikatakan, pihaknya menggelar baksos berupa pengobatan gratis bagi masyarakat secara terbuka, sebagai upaya menjalin silaturahmi serta kepedulian terhadap sesama.
Untuk suksesnya kegiatan itu, RS Bhayangkara telah mensosialisasikannya jauh-jauh hari. Hasilnya, ribuan pasien telah mendaftar sebagai peserta pengobatan gratis yang akan berlangsung pada 8 dan 9 Agustus 2009. “Dalam peringatan HUT Bhayangkara ke-63 ini, kami ingin berbagi kebahagiaan bersama masyarakat di In dramayu berupa baksos gratis,” ujar Kompol Asep.
Dijelaskan, RS Bhayangkara akan melakukan operasi bagi masyarakat yang tidak mampu. Yakni mereka yang telah di diagnosa untuk bedah mayor, bedah minor, katarak dan bibir sumbing. Dari ke empat materi tersebut, RS Bhayangkara telah melakukan seleksi bagi para pasien dengan mendiagnosanya secara teliti, mana yang memang harus dilakukan operasi, dan mana yang tidak. Dari jumlah pendaftar sebanyak 990 orang, RS Bhayangkara telah menseleksinya menjadi 358 orang.
“Operasi dilakukan dalam dua hari, yakni tanggal 8 dan 9 Agustus 2009. Selain mereka, acara ini juga diikuti pasien umum lainnya,” ungkapnya.
Sedikitnya 2.000 pasien umum siap mengikuti pengobatan gratis. Pasien tersebut telah dikordinir setiap kecamatan se-Kabupaten Indramayu oleh Kapolsek masing-masing, dan rata-rata setiap kecamatan mencapai 75 orang. Pasien umum tersebut akan diberikan penanganan maksimal oleh beberapa dokter ahli. Diantaranya dr H Ikrima, dr Uti dan dr Lia dari RS Bhayangkara, serta beberapa dokter ahli lainnya dari Jakarta. Sedangkan dari 358 orang pasien yang akan melakukan operasi, masing-masing adalah adalah mayor 72 orang, bedah minor 104 orang, katarak 173 orang dan bibir sumbing 9 orang.
Bhakti sosial ini juga disponsori oleh Yayasan Budha Tzu Chi Jakarta. “Kami berharap kegiatan ini berjalan lancar dan sukses. Sehingga baksos ini benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat Indramayu, terutama warga miskin yang selama ini kesulitan untuk berobat karena terbentur biaya,” harapnya.
Sementara itu, Bupati Yance menyambut positif kegiatan tersebut. Selain akan hadir untuk mengikuti acara pembukaan, Yance juga akan menyaksikan secara langsung ribuan warganya yang berobat gratis maupun mengikuti sunatan masal.
“Sebagai kepala daerah, saya menyambut positif kegiatan baksos RS Bhayangkara dalam peringatan HUT Polri ke-63 ini. Kegiatan pengobatan gratis maupun sunatan masal bagi masyarakat umum, terutama warga miskin akan meringankan beban mereka. Kami berharap baksos ini berjalan sukses dan kegiatan serupa bisa diikuti oleh elemen masyarakat lain demi tercapainya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indramayu ke depan,” harap Yance.





Sekilas tentang Budha Tzu Chi Indonesia, dikutip dari website resminya:


Pendiri Tzu Chi, Master Cheng Yen dilahirkan pada tanggal 14 Mei 1937 di Chingsui, Taiwan bagian tengah. Wafatnya sang ayah di tahun 1960 menjadikan beliau memahami bahwa hidup ini hanyalah sementara dan selalu berubah. Sejak saat itu beliau mulai mempelajari agama Buddha secara lebih serius sebelum akhirnya menjalani hidup sebagai bhiksuni pada tahun 1964.

Suatu hari di tahun 1966, Master Cheng Yen bersama beberapa pengikutnya datang ke suatu balai pengobatan di Fenglin untuk mengunjungi salah seorang umat yang menjalani operasi akibat pendarahan lambung. Ketika keluar dari kamar pasien, beliau melihat bercak darah di atas lantai tetapi tidak tampak adanya pasien. Dari informasi yang didapat diketahui bahwa darah tersebut milik seorang wanita penduduk asli asal Gunung Fengbin yang mengalami keguguran. Karena tidak mampu membayar NT$ 8.000 (sekitar Rp 2,4 juta), wanita tersebut tidak bisa berobat dan terpaksa harus dibawa pulang.








Keterangan Gambar: Inilah tempat Master Cheng Yen membina ajaran Buddha dan hidup prihatin di tahun itu, sekaligus merupakan tempat asal berkembangnya Dunia Tzu Chi sekarang.






CATATAN: Peristiwa bercak darah yang menimpa wanita pribumi bernama Chen Qiu Yin yang dikarenakan tidak mampu membayar NT$ 8,000 (Delapan ribu dollar) lantas tidak dapat berobat, apakah NT$ 8,000 itu adalah biaya pengobatan, uang jaminan atau uang muka? Setelah peristiwa itu, keterangan yang dikumpulkan dari beberapa pihak tidak seragam, berdasarkan salah seorang anggota keluarganya bernama Chen Wen Qian yang mengantar Chen Qiu Yin berobat pada saat itu pernah menuturkan secara terbuka kepada umum bahwa uang yang dimaksud itu adalah uang jaminan, kabar yang diperoleh Master juga sama yaitu uang jaminan, lagipula Li Man Mei, orang yang langsung berbicara dengan pasien dan pribumi lainnya di tempat peristiwa pada waktu itu (di tahun itu) telah beberapa kali menyelidiki dan mengemukakan hal serupa yaitu uang jaminan, namun pernah juga sekali dia hanya menyebutkan NT$ 8,000 dan tidak menyinggung uang jaminan. Dalam putusan kasus perdata, disimpulkan Li Man Mei menerangkan kepada Master bahwa karena pasien tidak mempunyai uang sebanyak NT$ 8,000 sehingga pergi meninggalkan Rumah Sakit merupakan suatu kenyataan, juga mengakui bukti bercak darah memang ada keberadaannya. Kasus ini diakhiri atas pilihan Tzu Chi untuk tidak mengajukan pengaduan naik banding.





Mendengar hal ini, perasaan Master Cheng Yen sangat terguncang. Seketika itu beliau memutuskan hendak berusaha mengumpulkan dana amal untuk menolong orang dan menyumbangkan semua kemampuan yang ada pada dirinya untuk menolong orang yang menderita sakit dan kemiskinan di Taiwan bagian timur.

Karena ada jalinan jodoh, di saat itu kebetulan sekali tiga orang suster Katolik dari Sekolah Menengah Hualien datang berkunjung untuk menemui Master Cheng Yen. Suster bertanya, "Agama Katolik kami telah membangun rumah sakit, mendirikan sekolah, dan mengelola panti jompo untuk membagi kasih sayang kepada semua umat manusia, walaupun Buddha juga menyebut menolong dunia dengan welas asih, tetapi mohon tanya, agama Buddha mempersembahkan apa untuk masyarakat?" Kata-kata ini sangat menyentuh hati Master Cheng Yen. Sebenarnya waktu itu umat Buddha juga menjalankan kebajikan dan beramal, namun tanpa mementingkan namanya. Dari situ membuktikan bahwa semua umat Buddha memiliki rasa cinta kasih yang dalam, hanya saja terpencar dan kurang koordinasi serta kurang terkelola. Master Cheng Yen bertekad untuk menghimpun potensi ini dengan diawali dari mengulurkan tangan mendahulukan bantuan kemanusiaan.








Keterangan Gambar: Jauh di awal tahun 1970, sewaktu anggota komite Tzu Chi mengunjungi kaum fakir miskin di Fenglin, kendaraan yang mereka gunakan mengalami masalah, dengan spontan menggelorakan semangat [Bersatu-hati; Harmonis; Saling menyayangi; Bergotong-royong] untuk menegakkan teladan Bodhisattva dunia, sehingga bisa menjalankan apa yang sulit dilaksanakan bagi orang awam dan bisa sabar atas segala sesuatu yang sulit bagi orang awam.



Cikal Bakal Tzu Chi Dimulai dari Celengan Bambu
Kegiatan kemanusiaan Tzu Chi untuk kaum fakir miskin diawali dari 6 ibu rumah tangga yang setiap hari, masing-masing individu, merajut sepasang sepatu bayi. Di samping itu, setiap anggota diberi sebuah celengan bambu oleh Master Cheng Yen, agar para ibu rumah tangga setiap pagi sebelum pergi berbelanja ke pasar, menghemat dan menabung 50 sen ke dalam celengan bambu. Dari 30 anggota bisa terkumpul 450 dolar setiap bulan, ditambah hasil pembuatan sepatu bayi 720 dolar, maka setiap bulan bisa terkumpul sebanyak 1.170 dolar sebagai dana bantuan untuk kaum fakir miskin.

Kabar ini dengan cepat tersebar luas ke berbagai tempat di Hualien, dan orang yang ingin turut bergabung semakin banyak. Pada tanggal 14 Mei 1966, Yayasan Kemanusiaan Buddha Tzu Chi secara resmi terbentuk.

Pada awal masa pembentukan Yayasan Kemanusiaan Buddha Tzu Chi, Master Cheng Yen bersama para pengikut mengambil tempat sempit yang tidak lebih dari 20 m2 di Vihara Pu Ming, sambil berupaya menghasilkan produk untuk mendukung kehidupan, sambil mengurus jalannya organisasi. Pada musim gugur tahun 1967, ibunda Master Cheng Yen membelikannya sebidang tanah yang sekarang dimanfaatkan untuk bangunan Griya Perenungan. Walaupun demikian, Master Cheng Yen beserta para pengikut masih tetap mempertahankan prinsip hidup mandiri. Biaya perluasan seluruh proyek Griya Perenungan, selain mengandalkan pinjaman uang dari bank atas dasar hipotik hak kepemilikan tanah tersebut, juga dari hasil usaha kerajinan tangan. Sampai kini pun, Master Cheng Yen dan para pengikutnya tetap hidup mandiri dengan bercocok tanam ataupun menjalankan industri rumah tangga. Mereka tidak mau menerima sumbangan.








Keterangan Gambar: Keadaan Griya Perenungan dalam taraf pembangunan di tahun 1968, di sekitarnya masih sepi dan gersang.













Keterangan Gambar: Bentuk Griya Perenungan sekarang yang tentram, anggun, dan bersahaja, tidak megah sekali, telah menjadi kampung halaman batin para insan Tzu Chi baik dalam maupun luar negeri.











Tidak ada komentar: